Follow Me

Friday, August 15, 2025

Belajar Bahasa dengan AI, Yeay or Nay?

August 15, 2025 0 Comments

Bismillah.

 

Adakah yang sedang belajar bahasa baru? Kalau iya, bahasa apa? Dan metode apa yang kau gunakan untuk mempelajari bahasa tersebut? Lewat buku? Ikut kelas? Lewat aplikasi? Atau lewat konsumsi konten bahasa tersebut di YouTube dan sosial media? Pernah coba belajar pakai AI?

 

***

 

Sebelumnya, aku belajar bahasa baru lewat aplikasi Memrise (versi web-nya) dan dengan konsumsi konten bahasa tersebut, dibantu subtitle bahasa inggris tentunya. Masuk ke grup telegram/whatsapp belajar bahasa juga pernah. Tapi makin ke sini, aku lebih butuh belajar bahasa yang praktik langsung, latihan ngomong langsung, jadi deh, cari temen latihan speaking/chat dengan bahasa baru tersebut. Singkat cerita, susah kan dapet yang waktunya pas, apalagi aku tipe yang slow respond, belum kalau temennya cuma jawab-jawab aja, tapi gak tanya balik. Males lah ya, karena ngerasa disconnect. Akhirnya aku coba install aplikasi bahasa yang pakai AI voice base, yang gratisan lumayan bisa 5 menit dalam sehari latihan ngomong sama AI. Tapi sayangnya.. yang ini, aku cuma satu atau dua kali pakai habis itu pundung (ngambek) sendiri. Kenapa? Karena akurasi AI-nya masih rendah, dan aku juga kemampuan bicara bahasa tersebut jauh dari bagus. Buat kalimat juga mikirnya masih lama. Pokoknya bukan cuma dari AI-nya, dari akunya juga belum siap untuk belajar dengan metode tersebut.

 

Sembari menulis ini, aku buka Memrise lagi kan, ternyata AI di Memrise lebih bagus euy. Ada fasilitas percakapan kan, dan inputnya bisa tulisan, bisa juga voice. Bahkan kalau kita gatau cara bikin kalimat cukup tulis bahasa inggris dulu trus nanti dibantuin translate dong hehe. *duh ini aku kaya marketingnya memrise banget ya? wkwkwk. Habisnya emang bagus sih hehe. Anyway, jadi intinya menurutku AI di Memrise udah bagus banget.

 


 

Meski bagus, tapi jujur aku udah jarang buka Memrise dan pakai memrise. Lebih enak untuk interaksi langsung dengan manusia. Jadi deh aku lebih fokus latihan speaking dengan kenalan online (pemudi yang lagi belajar bahasa itu juga), dan juga lewat Slowly, beberapa kali coba bertukar surat pakai bahasa tersebut. Tapi meski latihannya sama orang asli, aku tetep butuh AI. Yup, aku sekarang pengguna translator AI. Selain translate, kadang kalau ada pertanyaan atau hal yang perlu didiskusiin itu bisa ke sana. Buat review dan minta koreksi kalimat juga bisa.

***

 

Oh ya, tulisan ini hadir karena interaksiku dengan AI yang ada di whatsapp tersebut. Bukan meta, tapi dibuat di meta. Taukan, Meta tuh meng-encourage usernya untuk coba buat AI, baik itu di whatsapp maupun di instagram? Aku lupa persisnya kapan, tapi aku explore fasilitas chat with AI di whatsapp, dan diantara beberapa AI yang coba aku chat, yang masih aku gunakan saat ini ada dua, translator AI sama satu lagi temen baca buku. Untuk AI translator yang aku pakai namanya Translate Ultra. Pas awal pake, kerasa banget masih ngomong sama mesin. Lalu lama-lama, jadi lebih smooth, bahkan pernah ada settingan si AI jadi suka gombal. Tapi titik poin aku jadi sering pakai adalah karena ada satu waktu, dia nge chat duluan. Emang bisa AI ngechat duluan? Hehe. Aku juga awalnya penasaran, tapi setelah ditelisik, emang ada settingan supaya ngingetin pengguna untuk aktif pakai lagi, ya, supaya kecerdasan AI-nya juga meningkat.

 


 

Nah, sebenarnya interaksiku dan proses belajar bahasaku dengan AI tersebut pengen banget aku dokumentasikan di blog. Cuma, aku masih mikir-mikir, baiknya di blog ini, atau blog lain ya? Apa aku perlu blog baru, atau mungkin menghidupkan lagi blog akardaunranting, tapi pindah jalur, yang tadinya buat belajar bahasa frase bahasa inggris, jadi catatan belajar bahasa dengan AI translator hehe. Doakan ya, semoga gak cuma jadi wacana, tapi beneran direalisasikan. Sayang soalnya, kalau cuma disimpan. Siapa tahu ada yang dapat manfaat juga dari dokumentasi tersebut.


***

 

Penutup, jadi belajar bahasa dengan AI, yeay or nay? Kalau aku yes. Selama untuk hal baik pakai aja. Sama kaya belajar bahasa lewat aplikasi bahasa lain, atau lewat sosial media. Sama AI lebih aman juga daripada sama orang asing yang gak jelas hehe. Lebih mudah atur waktunya kalau sama AI, karena kan AI gak ada kerjaan selain belajar lewat interaksi dengan usernya ya. Tapi kalau pengen terhubung real dengan native, tetap lebih seru belajar praktek sama manusia asli ya. Jadi balik lagi, pilihannya ada di kamu. Kalau aku untuk ngobrol lebih nyaman sama manusia asli, dan AI dijadiin tools aja buat bantu tanya-tanya gitu. Terakhir, pertanyaan untukmu, pernah coba belajar bahasa dengan AI, gimana pengalamanmu? Pakai AI apa? Dan gimana kemajuanmu dalam bahasa tersebut? Tell me about it, and share it in your blog~ boleh juga share di komentar.

 

Sekian. Terimakasih. Bye 5! 

Sunday, August 10, 2025

A35: Belajar Seumur Hidup Daripada Tenggelam dalam Hinanya Kebodohan

August 10, 2025 0 Comments

Bismillah.

#menjadiarketipe #66haribacabuku

 


 

  

☑️ #DAY35-0090

📖 At-Tibyan, Imam An-Nawawi

 

📑 Quote:

Para ulama berkata, "Siapa yang tidak mampu bersabar atas hinanya belajar maka umurnya akan tersisa dalam hinanya kebodohan. Dan siapa yang mampu bersabar atas hinanya belajar maka perkaranya akan condong pada kemuliaan akhirat dan dunia." 

 

💡 Insight: 

 

Siapa yang tidak menginginkan kemuliaan akhirat dan dunia? Pasti semua menginginkannya. Tapi ketekunan dan kesabaran dalam belajar, juga bukan hal mudah. Sebagai orang yang pernah gagal, aku tahu sakitnya kedua. Perasaan hina karena berada dalam kebodohan, dan perasaan hina, karena masih belajar di level bawah saat banyak orang sudah berada jauh di atasku.

 

Terlebih jika ini tentang belajar islam. Penting untuk sadar, bahwa kita membutuhkan hidayah setiap waktu. Penting untuk tetap melangkah maju untuk belajar meski dikelilingi rasa insecure, karena di usia segini ilmu kita masih jauh dari cukup. Penting untuk sadar, bahwa perasaan hina karena kita masih belajar di level bawah/beginner, perasaan hina itu tidak seberapa dibandingkan dengan perasaan hina saat kita memilih diam dalam kubangan kebodohan diri dan ego yang membuat kita enggan belajar.

 

Jadi tetaplah belajar, dan jangan biarkan rutinitas hari membuatmu memilih hidup mengalir saja dan berhenti memperbaiki diri. Karena dari ilmu, Allah akan memudahkan kita untuk kebaikan baik di dunia maupun akhirat. Terutama di era informasi saat ini, begitu banyak informasi dapat di akses, sehingga kita seringkali tanpa sadar terbawa arus. Pastikan kita punya fokus dan prioritas, kemudian terus istiqomah meluangkan waktu untuk mempelajari ilmu yang lebih penting dipelajari dalam hidup. Semoga Allah memudahkan. Aamiin. 

 

Wallahua'lam. 

Thursday, July 31, 2025

Sebelum Bicara Tentang Air Mata, Diingatkan Tentang Berislam yang Sebenarnya

July 31, 2025 0 Comments

Bismillah.

-Muhasabah Diri- 

 

Kemarin, saat membuka aplikasi iPusnas di hp - biasanya buka versi webnya di https://ipusnas2.perpusnas.go.id/ - melihat riwayat bacaan buku sampul hijau karya Urfa Qurrota Ainy, aku jadi tertarik untuk baca buku seri lainnya dengan tema yang mirip dan sampul yang senada tapi beda warna. Meski masih belum tahu apakah ada urutan diantara 4 buku tersebut, akhirnya aku memilih saja yang judulnya paling menarik hati dari 3 yang belum kubaca. Yang bersampul biru.

 


***

 

Aku memang baru baca halaman kata pengantar, ucapan terimakasih dan 7 halaman awal dari buku itu. Tapi dari 7 halaman tersebut, sudah ada saja yang ingin kucatat dan kubagikan di sini. Ternyata, sebelum membahas tentang air mata, buku ini mengingatkanku tentang berislam yang sebenarnya.

 

 "Berislam semestinya membuat kita hadir di ruang-ruang yang paling membutuhkan sentuhan Islam. Bukan sekedar ruang-ruang yang sudah terang benderang, tetapi justru ruang-ruang yang masih menantikan cahaya. Bukan pula sebatas ruang-ruang kesalehan pribadi, tetapi juga ruang kesalehan sosial.


Benar bahwa dalam Islam ada ajaran untuk bersabar, bersyukur, ikhlas, berzikir, dan berdoa. Benar pula bahwa itu bukan aktivitas yang sepele. Namun, jangan lupa bahwa Islam juga pada awal kemunculannya, berhasil melawan penindasan terhadap kaum lemah di zamannya, seperti budak, perempuan, dan orang-orang kulit berwarna. Islam juga berhasil menghilangkan budaya-budaya Jahiliah, seperti mengubur bayi perempuan hidup-hidup dan perbudakan. Jangan lupakan bahwa Islam di tangan Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wasalam menegakkan keadilan sosial dengan melawan praktik monopoli oleh oligarki, praktik lintah darat, mengatur distribusi kekayaan lewat zakat, serta mempromosikan kehidupan yang setara bagi semua manusia, lintas jenis kelamin, ras, status sosial, hingga status ekonomi."


#daribuku *Jika Bersedih Dilarang, untuk Apa Tuhan Menciptakan Air Mata?* - Urfa Qurrota Ainy, S.Psi., PT. Elex Media Komputindo

 

Jujur, paragraf-paragraf yang ditulisnya tercermin jelas pada kondisi masyarakat muslim saat ini. Sebagian hati ingin menyalahkan ideologi sekuler, atau sistem pendidikan yang seolah mengotakkan islam hanya tentang hal-hal ritual. Sehingga berislam yang sesungguhnya belum terlihat sama sekali apinya, jangankan menghangatkan orang-orang di sekitar, bahkan untuk diri sendiri saja, kadang ilmu sekedar jadi konsumsi otak, sedangkan akhlak masih jauh dari yang seharusnya diteladani. *ini menyindir diri sendiri ceritanya.

 

Kalimat tentang islam yang dulu membantu menegakkan keadilan sosial, melawan praktik monopoli oleh ligarki, dll, dst di kutipan di atas, makin terasa miris saat qadarullah aku beberapakali menyimak obrolan di grup MGN yang begitu melek dengan kondisi sosial politik terkini, berbeda denganku yang lebih sering memilih memalingkan wajah, dan memilih fokus mendalami topik yang "lebih ringan" dan tidak memberati kepala dan membuat tidak bisa tidur. Tapi sampai kapan memalingkan wajah, padahal yang kita rindukan adalah islam yang sebenarnya. Bukankah kita tidak ingin terus-terusan seperti buih ombak, yang banyak tapi hanya muncul sekejap, lalu hilang, tak beri dampak apa pun?

 

Jadi izinkan aku menulis di sini, sedikit kutipan yang semoga menjadi alarm agar diri ini bangun dari keterpurukan iman dan islam yang rapuh. Let's not give up on ourself. Coba ingat dan tanamkan lagi tadabbur yang kamu pelajari dari frase "Falidzalika fad'u", karena saat Allah menakdirkan hidup akhir zaman ini, artinya Allah juga membekali kita dengan potensi untuk bisa mencari solusi dan berusaha memberikan sebaik apapun yang kita bisa, ya, meski hanya jadi bulir-bulir pasir kecil, yang diadon dengan semen untuk membangun peradaban Islam yang lebih baik. Bukankah dulu pernah belajar, bahwa setelah masa pemerintahan yang begitu zalim ini (fase 4, lupa persisnya istilah arabnya), akan ada fase ke 5, saat islam bangkit lagi. Jadi jangan menyerah, minimal perbaiki diri. Lalu keluarga. Syukur-syukur bisa bergerak di komunitas atau masyarakat, saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran, agar sama-sama tidak menjadi orang-orang yang rugi.

 

Bismillah. Mari melangkah, sekecil apapun. Ikhtiar. Jangan lupa banyak berdoa karena apalah daya kalau bukan dengan bantuan dan pertolongan dari Allah.

 

Kututup dengan doa yang seharusnya kita ulang tiap pagi dan sore, dengan hati yang terhubung, jujur, dan tulus. Maafkan aku, yang sering lalai dalam dzikir, atau dzikir namun hati terputus koneksinya TT

 

sumber: https://almatsurat.net/sugro

 

Wallahua'lam bishowab.

Di Kick dan Gak Bisa Gabung Lagi di Komunitas WhatsApp

July 31, 2025 0 Comments

Bismillah.

 

Curcol gapapa ya hehe. Aku baru pernah di kick dari komunitas, eh, pas mau gabung lagi gak bisa dong. Padahal padahal...

 

***

 

Kronologinya.

 

Jadi aku menemukan link grup komunitas menulis di WhatsApp dari tulisan Medium seseorang. Aku gabung deh kan. Trus-trus, setelah beberapa saat cuma jadi silent reader, ada pengumuman gitu di komunitasnya. Kalau beliau ingin menggabungkan tiga grup, dikasih link grup baru. Tapi karena aku telat baca, aku belum gabung ke grup baru. Dan grup lama dihapus, otomatis membernya di kick kan, termasuk nomerku. Aku pikir, kan aku masih punya link grup barunya, jadi aku klik aja tuh. Eh.. gak bisa gabung coba? >< Udah berkali-kali coba ga bisa. Yang tadinya masih ada jejak komunitasnya, sampai aku hapus dulu komunitas whatsappnya. Hasilnya sama, gak bisa karena sudah dikick dari komunitas. BT dong hahaha.

 

Di satu sisi, aku mencoba ambil hikmah. Mungkin emang bukan takdirnya gabung komunitas itu. Toh aku cuma bakal jadi silent reader aja. Tapi di sisi lain, gemes juga, ini owner dan admin komunitasnya paham gak ya pengaturan kalau member yang dia kick gak bisa gabung lagi. Ada juga kah yang mengalami kendala sepertiku, dll, dst. Dan seperti biasa, bukannya coba komunikasi sama adminnya, yang kontaknya ada, dan aku sekomunitas juga di telegram, aku malah milih untuk nulis di sini. Gemes juga sama sisi diriku yang kaya gini ><  

 

Sekian curhatnya 

 

*** 

 

Terakhir, kututup tulisan ini dengan salam rindu, untuk komunitas literasi terbaik yang pernah ada dalam hidupku, Aksara Salman. Dulu, saat masih jadi anggota, dan masih bisa ikutan agenda-agendanya, aku mungkin belum terlalu paham, betapa berharganya punya circle seperti Aksara. I miss you all... Atau seperti yang kutulis di salah satu letter Slowly-ku,

 

I really miss those days, when I was in college and go to a literacy club, where we share what we read, without being afraid to be judge and just focus on sharing and talk about books. That time, I could even enjoy listening to someone who read a heavy book about geology, or a light book collection of short stories. At that time I learn the meaning of literacy, where we can read together, watch movies together then discussing it, but also write and make a bouletin. I miss having those circle.

- kirei a.k.a. blue




Jazakumullah khairan Aksara Salman for the every moment and memories, wish I could meet similiar circle again, or maybe made one. Aamiin

Bye5!

 

***

 

PS: Barangkali ada yang minat gabung support grup baca buku, khusus perempuan, langsung aja gabung ke  https://chat.whatsapp.com/JcBDKKPti1WKtM71zq3xaz

Friday, July 25, 2025

Rindu Nulis Tentang Quran atau Catatan Kajian

July 25, 2025 0 Comments

Bismillah.

 


 

Kemarin-kemarin baca tulisan lama di blog ini tentang quran, juga catatan dari kajian yang pernah didengar, trus jadi kangen untuk menulisnya. Kapan yaa.. aku bisa semangat lagi nulis kata-kata pengingat, yang membuatku lebih dekat lagi dengan ayat-ayat-Nya, agar membaca bukan cuma huruf-hurufnya, tapi juga belajar mendengarkan dan membaca maknanya.

 

Alasan kenapa aku lama gak menulis dua hal tersebut sebenarnya cuma satu, kondisi iman yang sedang tidak baik-baik saja. I mean, alhamdulillah masih Allah kasih nikmat iman dan islam. Tapi kalau aku mau jujur, aku tahu, intensitasku dengan quran, baik itu secara pribadi, maupun dalam komunitas benar-benar menurun. Itulah kenapa tidak ada yang bisa ditulis, karena bahannya saja tidak ada. Kalau dulu tiap hari nyempetin denger lecture meski cuma 10-15 menit, sekarang apa kabar? Kalau dulu, rajib hadir kajian offline, sekarang apa kabar? Pun kalaupun mendengar dan hadir, sekarang rasa inferior dan tidak pantas untuk berbagi materi tersebut jauh lebih besar daripada semangat untuk mencatat agar lebih lekat di ingatan, dan semoga dengan itu bisa tertanam dan menjadi benih kebaikan di hati. Fokusnya jadi lebih ke hal-hal negatif. Pemikiran dan ketakutan bahwa setelah selesai menulis, aku masih belum bisa mengambil manfaat dalam hidup, dan itu artinya bisa masuk ke kriteria orang-orang yang dibenci Allah. Fokusnya lebih ke perasaan takut, kalau tulisan yang kucatat dan publish di sini, bukannya menambah amal kebaikan, justru nanti menjadi hujjah yang akan menuntutku di pengadilan akhirat kelak. Ya perasaan seperti itu.

 

Aku tahu teorinya, bahwa kita bisa mencatat dan membagikan kebaikan, sambil terus berusaha berbuat baik. Tapi tidak semudah itu prakteknya. Aku kini paham kenapa ada orang-orang yang memilih berhenti menulis. Aku juga paham, kenapa mereka yang aktif menulis, memilih bekerja di belakang layar, seperti orang-orang yang aktif menulis dan membagikan pelajaran tentang quran di akun @quranreview, atau di aplikasi Ngafal Ngefeel. Setidaknya anonimitas tersebut menjaga hati mereka, supaya gak bengkok niatnya, dan supaya gak terjebak oleh pikiran buruk yang mengajak kita berhenti berbagi ilmu.

 

***

 

Barakallahu fiikum, untuk siapapun yang aktif istiqomah menulis dan membagikan nasihat atau pelajaran yang dibutuhkan oleh hati-hati yang haus akan pengingat.

 

Semoga rindu ini bukan cuma berhenti di kata-kata kosong, tapi kelak diobati, dengan menulis lagi. Aamiin.

 

Ah, aku jadi teringat kata-kata seseorang, bahwa pengingat baik tidak selalu harus tentang Al Quran, atau ibadah ritual yang biasa kita tahu. Terkadang pengingat tentang menjalani hidup yang produktif juga bentuk kebaikan. Pengingat untuk menjaga kesehatan juga bentuk kebaikan. Tapi tapi.. aku rindu menulisnya bukan yang itu. Ibarat rindu pada teman-teman sekolah, datang ke sekolahnya saja kadang tidak cukup untuk mengobati rindunya, karena yang dirindukan bukan tempatnya, tapi orang-orangnya. In this case, what I miss is not writing about goodness, but writing about Quran and reminder about Allah and Islam directly. Bukan cuma satu dua kalimat yang sering aku sisipkan di tema apapun yang kutulis. Bukan itu. Anyway.. I just want to express, that I miss it so much.

 

Wallahua'lam. 

Tuesday, July 22, 2025

E-Book yang Selesai Kubaca Tahun 2023 (part 1)

July 22, 2025 0 Comments

Bismillah.

 

Singkat cerita, karena membaca tulisan lama berupa list dan sedikit banyak tentang e-book yang kubaca tahun 2022, aku berniat meneruskannya, kali ini 2023. Semoga nanti 2024 juga. Langsung aja. Oh ya, mayoritas e-book kupinjam dan baca di iPusnas, ada juga yang dapat dari penulisnya.

 

***

Your Journey to be The #UltimateU2  

(foto dan keterangan buku diambil dari sini
Judul: Your Journey to be the #Ultimate U2
Penulis: Rene Suhardono
Penerbit: Kompas
Bahasa Indonesia
ISBN: 978-979-709-758-5
Dimensi: (19x13) cm
 
 

 

 

 

Awal baca buku ini udah dari 2022 kayanya, tapi anehnya gak tercatat tanggal persis kapan aku mulai membacanya. Entah mungkin karena dulu aku belum menjadikan channel di telegram sebagai log baca ebook-ku. 13 Mei 2022 tercatat aku sudah membaca 45 halaman, dan melanjutkan baca 8 halaman, lalu mencatat kutipan ini,

 

JALANI apa pun keunikan yang Anda miliki.

LAKUKAN apa pun yang Anda ingin lakukan.

KERJAKAN apa pun yang Anda pikir paling Anda pedulikan.

COBA apa pun yang Anda rasakan paling menggambarkan jati diri Anda sesungguhnya.

Kalau masih banyak pertimbangan lain yang menyulitkan, kenapa tidak Anda tuliskan, gambarkan, nyanyikan, ceritakan dan teriakkan?

#daribuku *Your Journey to be the #UltimateU2* - Rene Suhardono, Kompas 

 

Sebelum tahu sosok beliau sebagai penulis, atau coach, aku terlebih dahulu familiar dengan beliau lewat komunitas Nouman Ali Khan Indonesia (NAK ID). Aku lupa persisnya, tapi ada instansi yang mengundang ustadz Nouman, nah Rene Suhardono hadir juga di awal, acara via zoom, trus mengetahui beliau seorang penulis, aku cari bukunya di iPusnas, ketemu, dan akhirnya baca.

 

Salah satu keunikan buku ini adalah di tiap akhir tulisannya ada satu dua kalimat berbahasa latin. Lewat buku ini, aku jadi tahu ternyata ada juga buku yang di dalamnya tulisan banyak mix bahasa, antara bahasa indonesia dan bahasa inggris. Selama ini, di pikiranku, sebaiknya buku itu dalam satu bahasa. Kalaupun perlu ada bahasa lain, jangan terlalu banyak. Tapi mungkin karena target buku ini adalah untuk mereka yang punya kemampuan bahasa inggris, jadi ya relate aja.

 

Oh ya, kalau gak salah, salah satu keunikan buku ini, di tiap akhir bab ada semacam quote atau mindmap, dengan banyak nama-nama baru, entah siapa, mungkin anak didiknya coach Rene, atau orang-orang sukses yang sudah menemukan the Ultimate U. [1]

 

Beberapa kutipan lain dari buku tersebut yang aku catat,

 

What's the meaning of life? Trying to answer it = part of life's meaning. - Rene Suhardono

 

You have freedom to choose a life that matters for you. The first step is to know what matters for you and make your choices accordingly. Fides quarens intellectum. - Rene Suhardono

 

Buku ini cocok untuk siapapun yang sedang berusaha untuk bertumbuh, menjadi diri yang lebih baik hari ke hari. Kutipan terakhir masih dari buku tersebut, sebelum bahas e-book kedua yang selesai kubaca tahun 2023.

 

"Orang pertama yang harus diyakinkan untuk membuat pilihan untuk berubah adalah diri sendiri.

Being awesome is about making a difference.

Tiap orang punya kapasitas melakukan perubahan berbeda-beda.

.
.
.

Kapasitas apapun yang ada dalam tiap orang pasti bermanfaat, berharga dan bermakna." [2]

#daribuku *Your Journey to be the #UltimateU2* - Rene Suhardono, Kompas 

 

***

 

Love and Happiness 

 

sumber screenshoot: Goodreads
  

Judul: Love and Happiness
Penulis: Yasmin Mogahed
Penerbit: Mizan
Bahasa Indonesia 

 

Buku ini kupinjam setelah selesai membaca buku karya penulis yang sama berjudul Reclaim Your Heart dan Shattered Glass. Aku tahu ada buku kumpulan quote dari beliau yang diterbitkan Mizan. Meski penggemar buku beliau, jujur aku tidak terlalu banyak mengikuti materi yang beliau sampaikan di video-video.


Buku ini visual isinya berwarna, kombinasi warna pink dan biru. Oh ya meski selesai dibaca tahun 2023, buku ini sebenarnya sudah mulai kubaca sejak 29 Desember 2022. Satu kutipan pertama dari buku ini yang kucatat saat membaca halaman 7-15 di akhir tahun adalah,

 

Janganlah cemas

Pertolongan Allah datang sesuai dengan kesulitan yang kau hadapi.

Semakin kuat rasa sakitmu, semakin manis penghiburan-Nya. 

Semakin berat ujianmu, semakin besar ganjaran yang akan kau terima.

Semakin besar lukamu, semakin kuat penyembuhan-Nya.

Semakin dalam lubang yang ada dalam dirimu, semakin banyak isi yang bisa kau tuangkan.

#daribuku *Love and Happiness - Yasmin Mogahed*, Mizan 

 

Jujur, setiap membaca tulisan beliau, aku selalu membayangkan, bagaimana rasanya jika membaca kutipan asli yang ditulisnya dalam bahasa inggris. Jika suatu hari berkesempatan dapat akses baca versi aslinya, aku tidak akan ragu untuk membaca ulang buku ini.

 

Beberapa kutipan lain dari buku ini yang kucatat,

 


Buku ini cocok untuk pembaca yang lebih suka tulisan ringan. Untuk yang sedang berjuang mencari kebahagiaan lagi, dan yang butuh kata-kata yang bisa menepuk pundakmu pelan saat kebisingan dan masalah dunia membuat kepala dan hatimu hendak meledak.

 

Dua kutipan terakhir dari e-book kedua yang selesai kubaca di tahun 2023

 

"Pandangan kita salah. Kita takut pada badai karena tidak melihat Sang Pelindung. Kita takut pada gelombang laut merah karena tidak melihat Dia yang bisa membelah lautan.

Bukan badai yang harus kita takuti... melainkan jarak kita dengan Sang Pelindung."

#daribuku *Love and Happiness - Yasmin Mogahed*, Mizan

 

masih di topik yang sama,

 

"Semua rasa sakit, keputusasaan, ketiadaan harapan, berasal dari pandangan yang hanya berfokus pada makhluk, dan bukan pada Sang Pencipta.

Tanyakan pada dirimu sendiri: apa yang dilihat hatimu?" - Yasmin Mogahed

 

***

 

Sekian dua e-book pertama yang selesai kubaca di tahun 2023. Ada dua e-book lain. In syaa Allah aku tulis di part 2.

 

Terakhir, pesan untukmu. Terkadang kita perlu waktu untuk kembali menengok kebelakang dan mencatat buku yang sudah kita baca. Bukan untuk merasa tinggi hati hanya karena menyelesaikan satu dua buku. Tapi untuk menilik ulang, pelajaran apa yang kita ambil dari membaca buku tersebut. Bagaimana? Tertarik membagikan cerita tentang buku yang sudah selesai kau baca? Ayo, jangan tunda. Tulis sekarang dan bagikan. Blog, atau sosial media. Atau bahkan pada teman yang bisa diajak ngobrol tentang buku. Tetap semangat membaca. Mulai dari satu halaman. Semoga bisa istiqomah. Aamiin.

 

Wallahua'lam. 

 

*** 

Keterangan:

[1] Saat menulis bagian ini, aku coba pinjam lagi buku tersebut di iPusnas, tapi anehnya, ketersediaannya sudah gak ada, jadi gak bisa dipinjam. Yang ada cuma scrapbook The Ultimate U dan buku Journey to be the Ultimat3U 

[2] Saat aku menukil/mengutip buku, lalu kau temukan tiga titik berturut-turut, entah horizontal/vertikal, artinya di sana sebenarnya ada kalimat/paragraf pemisah, tapi yang ingin kukutip cuma bagian tersebut. Menjadikannya dua kutipan berbeda bagiku kurang pas, karena keduanya bisa menjadi satu kutipan yang bersambung dan powerful menurut pendapatku. You'll find that kind of quote in my previous post.

Friday, July 18, 2025

Banyak yang Bisa dan Harus Ditulis

July 18, 2025 0 Comments

Bismillah.

 



Ada begitu banyak yang bisa dan harus ditulis. Tapi mengapa jari dan hati, justru ingin bercerita saja tanpa arah dan topik yang jelas.

 

Ada banyak hal yang harus ditata terlebih dahulu, untuk kemudian bisa fokus dan mengerjakan yang harus ditulis. Jadi izinkan aku melakukan free writing di sini. Aku tahu, ini bukan diary. Tapi, izinkanlah. Sesekali.

 

*** 

 

Aku ingin melanjutkan buat konten di instagram betterword_kirei. Bahannya sudah ada. Sejak awal menguatkan tekad menulis tentang palestina, aku sudah berniat untuk tidak sepenuhnya menulis hal baru. Aku ingin "mengimpor" tulisan di sini. Sebagai pengingat bahwa yang terjadi di Palestina, sudah terjadi juga di tahun 2012,2013,2014 saat aku awal-awal mulai menulis tentang palestina di sini. Meski bukan secara mendalam, meski mungkin hanya di satu kalimat. 

 

 

Alhamdulillah 4 tulisan sudah diimpor ke IG. Dan tulisan kelima, ini.. tulisan yang cukup berat. Entah berapa kali aku berhenti hanya memikirkannya. Menuliskannya ulang saja baru di kepala, belum sempat aku mencoba menuliskan ulang dari sudut pandang situasi di tahun ini. Ini dua tulisan lama, yang hendak aku buat konten di instagram betterword, (mohon doanya, semoga Allah memudahkanku untuk segera melaksanakan niat dan gak omdo ><) : Tentang foto yang berpulang.

 

https://betterwordforlife.blogspot.com/2013/09/foto-yang-sudah-berpulang.html

https://betterwordforlife.blogspot.com/2014/09/foto-yang-sudah-berpulang-2.html

 

Aku masih ingat saat itu, aku yang masih melabeli diri sebagai ekstrovert, aku yang masih begitu aktif di sosial media (Facebook), aku yang masih berapi-api semangat dakwahnya. Saat itu mataku terbuka tentang penderitaan muslim di Suriah dan Palestina, beberapa akun dan fanpage terkait aku add dan follow, aku share juga berita tersebut. Ya, berita dengan foto-foto jenazah, mereka yang berpulang, mereka yang syahid. Di facebook saat itu belum ada sistem sensor, jadi merah darah syuhada terlihat jelas, bukan video memang hanya foto. Tapi karena aku banyak share, beberapa orang menegurku. Kakak tingkat, bahkan dosen. Saat itu, aku sadar, mungkin aku salah cara untuk mengingatkan. Mungkin seharusnya yang aku share hanya informasinya saja, tanpa perlu ada foto yang melihatnya membuat orang menutup mata karena memang gambar-gambar itu nyata dan mengerikan. Pun aku dikirimi fatwa ulama. Maka aku menyalinnya dan menuliskannya di blog ini. Sejak itu, aku fokus ke berita atau informasi yang isinya dukungan dan pengingat donasi saja. Share cuma foto anak-anak Palestina saja, yang karena kepolosan dan kebersihan hatinya masih bisa tersenyum meski penjajahan menjadi santapan sehari-hari, ya tahun itu sudah terjadi, dan tahun ini masih terjadi.

 

Waktu berjalan, kita sekarang ada di 2025. Era komunikasi dan sosial media makin maju. Kalau dulu yang bersuara dan berisik hanya sedikit, kini begitu banyak. Foto dan video mereka yang berpulang tersebar dan harus disebar, karena jika tidak dengan gambar dan video tersebut, orang-orang tenggelam dalam algoritma bubble-nya, melupakan bahwa di bagian bumi lain, ada yang untuk makan saja, untuk tidur saja, tidak bisa. Genosida jelas-jelas sedang terjadi, dan dunia seolah masih diam dan tak bergeming. TT

 

Aku melihat bahwa fatwa ilmu fikih yang dulu mungkin berlaku, kini berubah. Sebagaimana kita melihat para ulama yang menjadi garda terdepan untuk terus mengingatkan kita untuk tidak tenggelam dalam bubble algoritma sosial media, dan sadar, bahwa saat kita asik scrolling TT Allahummaghfirli.. Ada yang diburu peluru dan bom meski usianya masih begitu muda, meski usianya sudah begitu senja, meski tangan dan kakinya sudah diamputasi karena luka bom yang sebelumnya, atau tembakan yang sebelumnya, yang meski kekurangan gizi dan fisiknya lemah masih digempur dan hendak dimusnahkan hanya karena hatinya masih begitu tangguh dan kuat menggenggam iman. Ah, dimanakah dirimu? Mengapa hanya ingat saat menulis ini, lalu beberapa detik, menit jam berlalu, dan kita kembali tenggelam dalam senjata bermata dua bernama sosial media, youtube, AI, dan urusan remeh temeh yang selalu kita keluhkan. Lupa bahwa kita seharusnya punya andil, minimal ikut bersuara, atau memberikan bantuan harta, atau mengufukkan doa, atau mendidik diri agar menjadi muslim yang lebih baik yang dengan itu bisa membangunkan iman mayoritas muslim yang kini persis seperti gambaran dari Rasulullah, seperti buih di lautan, banyak, namun cepat menghilang, tak meninggalkan bekas, tak memberikan impact. (Rabbana dzalamna anfusana TT jika tidak Allah mengampuni dan memberi kita rahmah, sungguh kita akan sangat rugi).

 

Menulis ini saja jujur takut. Takut cuma menulis, kemudian lupa dan kembali tenggelam. TT

 

***

 

Aku ingin menulis di blog ini, beberapa hal. Dua diantaranya, tentang belajar bahasa baru pakai AI. Juga merekap ebook yang selesai kubaca tahun 2023 (cuma 4, tapi baru bisa nulis tentang 1 buku, 1 lagi harus diselesaikan biar bisa selesai part 1). Aku juga ingin menulis tentang open letter di Slowly, dan bagaimana itu membuka begitu banyak pertukaran surat yang sesuai jadi lebih nyambung.

Aku juga ingin menulis di medium anonim. Ada tulisan bersambung yang ingin kulanjutkan. Ada beberapa tulisan suratku di Slowly yang ingin kusalin dan publish. 

Aku juga harus membalas 6 surat yang mengantri untuk dibalas di Slowly. satu atau dua saja per hari. harusnya cukup.

Tapi diantara yang banyak dan bisa kutulis, aku tahu ada yang terlebih dahulu harus dituang, sebuah penyumbat. Bisa ditulis di sini dalam bentuk abstrak, atau di diary jika ingin lebih lugas dan denotatif. Lagi, tentang definisi move on, kukira sudah move on, kenapa orang masih saja menganggap aku belum move on ya? Apa memang aku belum move on? Tentang alasan hari-hari dilalui tanpa semangat, ternyata mungkin karena itu. Tentang menyimpan kesedihan di hati, katanya gak boleh, tapi sebagian egoku ingin membangkang kenapa gak boleh? Toh... dan beberapa kisah nyata nabi, sahabat/sahabiyah,... tapi kan aku belum selevel itu imannya, tapi.. bukankah manusiawi? Hmmm.

 

***

 

Selesai sudah free writingnya. Sebenarnya isinya sesuai di judul. Ada banyak yang bisa dan harus ditulis. Tapi terkadang hati begini, begitu banyak kata dan pikiran yang simpang siur. Tidak mudah untuk menuangkannya dalam tulisan sesuai dengan gelas-gelasnya. Tehnya di cangkir teh. Kopinya di mug kopi. Air es dinginnya di gelas bening, es campurnya di mangkok, dst. Ada yang harus ditata dulu, diluapkan dulu, baru kemudian ditata. Ada mimpi menulis yang masih terus ditunda. Entah karena memang belum pantas, atau karena aku terlalu banyak menghabiskan waktu mengurus distraksi dan bukan fokus ke visi.

 

Kututup dengan kutipan yang belum lama ini kusalin di slowly dengan bantuan translator AI langgananku di whatsapp.

 

Tapi keberanian untuk berkata tidak ini bergantung pada kekuatan kita untuk berkata ya pada tujuan/fokus hidup kita. Stephen R. Covey, dalam buku 7 Habits menuliskan,
"Anda harus bisa memutuskan prioritas utama Anda dan memiliki keberanian --dengan menyenangkan, sambil tersenyum, tanpa rasa menyesal-- untuk berkata "tidak" pada hal lain. Anda bisa melakukannya dengan memiliki kata "ya" yang lebih besar dan menggebu-gebu dalam diri Anda."

 

Baca juga: artikel dari blog ini, sumber diatas (tulisan 2020) 

 

 Barangkali ada yang penasaran sama hasil terjemahan

 

"One thing that makes people live in a trap of feeling forced is the inability or fear of saying no. When we become "Yes Man", choosing to follow others' choices and get swept away by the crowd, we often feel compelled. On the contrary, by daring to say no, we can avoid situations and conditions that make us feel forced. But this courage to say no depends on our strength to say yes to our life's purpose/focus. Stephen R. Covey wrote in his book '7 Habits': 'You have to decide what your priorities are and have the courage – pleasantly, with a smile, without regret – to say no to other things. You can do this by having a bigger, burning 'yes' within you.'" 

 

Mari tutup dengan kafaratul majlis dan surat al ashr.

 

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ 

Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu alla ilaha illa anta astaghfiruka wa atubu ilaik.


sumber gambar


Wallahua'lam.

Monday, July 14, 2025

Disconnect (2)

July 14, 2025 0 Comments

Bismillah.

 


 

Beberapa waktu yang lalu membaca tulisan lama di blog ini berjudul Disconnect. Mungkin karena baca itu, jadi teringat lagi emosi yang disimpan waktu itu. Lalu qadarullah mengalami beberapa kendala komunikasi serupa. Perasaan ketidakterhubungan hanya karena merasa percakapan satu arah, tanpa ada tanda tanya balik. Lalu puncaknya beberapa hari yang lalu menerima surat di Slowly tanpa tanda tanya. Satu, dua sampai empat hari kubiarkan surat itu di inbox, sambil merangkai emosi dan kalimat, topik apa yang selanjutnya harus kuusulkan agar percakapan kembali menjadi percakapan dan bukan sebuah interview atau interogasi. Dan pagi ini, selain memberikan tanda tanya baru dan mengajukan topik obrolan baru, aku memberanikan diri mengeluarkan unek-unekku terkait perasaan 'disconnect'.

 

Dan inilah yang aku tuliskan, dalam bahasa inggris.

 

***

 

Hmm.. There's something I want to say. But please don't be offended.

 

Actually, when I first read your latest reply I feel a little bit disappointed. Because I can't find any question mark there. It happens a lot. And not only in Slowly. And I'm a little bit sensitive about it lately.

 

As an Introvert who gather energy to open up and connect with new people. It's sad when I saw that the conversation flow as if it's one way. It's not even an interview, but trying to always be the one who ask is kinda... Hmm. It's a complicated feeling.

 

I usually take time to neutralize that complicated feeling before sending a response to whatever communication it is. Whether it's in Slowly or in chat. But I usually still can keep the conversation going. As I have a high curiosity and I'm told that I have a good empathy. Making more questions is not difficult for me. And trying to think what's on their shoes is also not difficult.

 

Most people just more introvert than me. Answering questions from stranger and trying to open up for them is already taken a lot of their energy. So they don't have time to think asking questions. And I think most people, just like me, wanted to be heard/listened, but that in their life there's not many occasions that they can tell people about themselves. So when a question come, they just focus on answering. And giving response or answer is also their way to continue the conversation.

 

Anyway, I just want to let out this complicated feeling. I'm sorry if somehow I hurt your feeling. It is not only about your letter. More of me trying to let out that stacked of emotion after some similar cases where I feel "disconnected" just because I didn't get any question mark. Perhaps, I'm just having a high expectations that people are just like me, someone who easily ask questions. 

 

 - Isabella Kirei a.k.a Blue on Slowly 

 

***

 

Membaca kembali tulisan impulsif di atas membuatku pusing. Bukan karena isinya, lebih ke tatanan bahasa inggris yang kacau dan kalimat yang tidak efektif. Padahal, tujuan utamaku menggunakan akun Slowly, selain untuk kirim-mengirim surat, adalah untuk melatih kemampuan menulis bahasa inggrisku. Tapi kalau setiap kirim surat, aku gak cek grammarnya, gak dibaca ulang dan coba diedit, kan tujuannya jadi gak tercapai ya? Syukurlah, minimal dengan proses menyalin tulisan seperti ini, aku jadi ingat lagi.

 

Terakhir, kututup postingan ini dengan pertanyaan untukmu. Apakah kamu juga pernah merasa seperti aku? Perasaan tidakterhubung, perasaan aneh saat orang yang kau ajak "bicara" (komunikasi tertulis entah itu chat/surat) tidak balik bertanya? Apakah cuma aku yang overthinking, dan jadi bingung, haruskah menghentikan obrolan, atau haruskah mencari topik lain? Bagaimana dengan orang-orang ekstrovert? Apakah hal seperti ini harusnya memang tidak dipikirkan ya? Yaudah sih, kalau masih mau ngobrol lanjut tanya aja. Dan kalau tidak, bisa cari orang lain yang mungkin lebih punya waktu dan lebih tertarik untuk mengobrol topik tersebut. Ceritakan dalam tulisan dan publikasikan dalam blogmu ya. Atau bisa jawab di komentar juga. Boleh anonim juga.

 

Sekian. Bye~

 

Wallahua'lam.

 

***

 

PS: Saat menulis "I have a good empathy", ini sebenarnya agak gimana, takut kesannya sok empati gitu haha. Tapi di sisi lain, aku bisa menulis seperti itu, karena dulu pas tes Talent Mapping, memang poinku di empati lumayan tinggi. Semoga gak overclaim hehe. Mohon doanya, semoga beneran bisa jadi orang yang bisa berempati dengan banyak orang, dan semoga hal itu bukan cuma bikin emosiku mudah naik turun, tapi juga bisa membuatku menjadi pribadi yang lebih baik, pribadi yang lebih bijak. Aamiin.

Thursday, July 10, 2025

Apakah Itu Ada?

July 10, 2025 0 Comments

Bismillah.

 


 

 

Apakah writer’s block itu ada?

Apakah luka batin itu ada?

 

Dua pertanyaan itu hadir dari dua orang berbeda, lewat medium berbeda (tulisan dan lisan).

 

Aku ingin menjawab, ya, secara fisik memang tidak ada. Tapi keberadaannya tidak bisa dinafikan hanya karena mata yang tidak bisa melihat.

 

Di sisi lain, aku memahami cara berfikir sang penanya. Sebenarnya bagi mereka, pertanyaan itu hadir bukan untuk benar-benar bertanya, atau mengajak debat pada yang berbeda pendapat dengan mereka. Mereka hanya ingin memberikan mindset berbeda, bagi mereka jika keberadaan dua hal tersebut tidak dibesar-besarkan, hanya dianggap sebagai salah satu dari hal yang harus kita hadapi dan selesaikan, maka itu akan lebih baik. Ya, karena jika kita menjauh dan menyadari bahwa dua hal tersebut tidak sebesar yang kita pikirkan, maka akan lebih mudah untuk mencari solusinya.

 

Tapi sebagai seseorang yang sensi dan masih bergelut dengan dua hal tersebut, ingin rasanya menjawab dengan nada sensi dan penuh emosi. Hanya karena ia tidak tampak, bukan berarti ia tidak ada. Mudah untuk bicara ketiadaan dua hal tersebut saat tidak sedang mengalaminya. Namun bagaimana jika suatu saat dihadapkan pada dua tantangan tersebut? Apakah masih bisa mengatakan bahwa dua hal tersebut tidak ada? I don't know. I hope they don't meet that kind of invisible wall or invisible scar. Nobody wants to get stuck and get left behind because of things inside their mind/heart. *lah kok switch bahasa hehe. Mari aku ulangi haha.  **yang kaya gini harusnya gak usah ditulis ya? Tapi biarlah, kan ini blog personal, bukan di Medium.

 

Tidak ada orang yang menginginkan terjebak dan tertinggal hanya karena pagar-pagar dalam kepalanya, atau luka-luka taknampak dalam hatinya. Lebih mudah untuk mencari jalan yang lain, saat kau masuk ke jalan buntu di dunia nyata. Lebih mudah untuk menyembuhkan luka karena tergores pisau saat masak dibanding menyembuhkan luka karena tergores pisau lidah di masa lalu. Tapi setiap orang memiliki ujiannya masing-masing. Ada yang diuji dengan hal-hal material/fisik yang jelas tampak dan bisa dilihat mata fisik. Namun ada pula yang diuji dengan hal-hal tak nampak yang berada di dalam kepala dan hatinya. Penting untuk bertukar pandangan untuk saling membantu. Karena ujian juga saling berganti. Seperti ujian dalam bentuk kesusahan berganti dengan ujian kesenangan, begitu pula sebaliknya. Perbedaan ini, jangan sampai membuat kita memandang rendah ujian orang lain.

 

Let's walk together hand in hand helping each other. 

 

Wallahua'lam.

 

***

 

PS: Aku tahu dua orang yang bertanya tidak ada maksud merendahkan yang mengaku sedang mengalami kedua hal tersebut di atas, mereka hanya ingin membantu, agar rang yang mengalaminya, sejenak menjauh dan melihat dari tempat tinggi, melihat dari sudut pandang orang ketiga, bahwa dua hal tersebut tidak sebesar yang ada dipikiran/hatinya. Bahwa ada begitu banyak hal-hal baik di luar sana yang bisa membuat orang-orang yang tersendat lama di depan writer's block

Wednesday, July 9, 2025

Responses on Medium bagi pengguna Medium di Web

July 09, 2025 0 Comments

Bismillah.

 

*warning* gak penting. cuma sebat alias ngomongin Medium dari belakang di platform blogger haha *peace

 

***

 

Ini bukan yang pertama aku ngomongin tentang Medium di sini. Ya, mau gimana lagi, dimana lagi mau diluapkan kalau bukan di blog personal. Obrolan tentang blog di diary tampaknya lebih gak faedah. Ya, siapa tahu google nemuin tulisan ini, dan ya, ada yang mengerti.

 

Salah satu yang nggak aku suka dari Response on Medium adalah tampilannya, oke, memang awalnya seperti komentar pada umumnya, bisa dibaca di akhir tulisan. Tapi, kalau sudah lebih banyak lagi, nanti akan dimunculin tuh sidebar response, di sebelah kanan. 

 

tebak, yang mana scrollbar page, yang mana scrollbar response? [1]

 

 

Ya, kanan, dan kanan itu.. artinya akan ada 2 scroll bar yang bertarung, menyebabkan aku gak bisa baca semua response dari postingan tersebut. Sekedar coba klik scroll bar yang response aja gak bisa. Kalau pake page down, yang ke scroll cuma halaman dari tulisannya, bukan response-nya.

Sebagai orang yang sudah terbiasa lebih banyak baca komen daripada caption, sebel lah.. rasa kurioritas kita diputus. Masa kaya gini harus pindah dan buka aplikasi di hp. Mana aplikasi Medium di hp ada, tapi belum diupdate. Hmm. Ya sudahlah.

 

***

 

Mumpung lagi bahas Medium. Satu lagi yang bikin aku males buka medium. Gak ada sistem archive yang memudahkan untuk cek tulisan lama. Kalau mau baca tulisan lama, yang harus scrolling terus, kaya di sosial media aja. Wajar sih, kan ini dulu sama kaya yang buat twitter ya, jadi ya.. I get it. Tapi kan Medium itu ya semacam blog juga. Hmm.

 

Anyway. Sekian. Mohon maaf atas postingan nirmanfaat ini.

 

Semoga cuma aku aja yang mengalami ketidaknyamanan ini. Fokus aja pada manfaat dan kebaikan Medium, dan teruslah menulis, membaca, berbagi tepukan dan respon di Medium!

 

Bye~  

 

***

 

Keterangan :

 

[1] bukan mau jawab pertanyaan di caption screenshoot, cuma mau kasih link tulisan yang membuat aku impulsif menulis ini.

https://medium.com/komunitas-blogger-m/kompetisi-blogwalking-baca-kasih-tepukan-dan-komentar-5660e4205da3

btw it's a good idea, blogwalking dan meninggalkan komentar bisa menjadi interaksi saling mendukung antarpenulis di Medium.

Sunday, July 6, 2025

Afirmasi Positif Tidak Selalu Positif

July 06, 2025 0 Comments

Bismillah.

 

#NukilBuku 

 

Aku baru-baru ini melanjutkan baca buku "Yang Belum Usai" - Pijar Psikologi. Dari sana, ada satu informasi yang baru aku ketahui, ternyata afirmasi positif tidak selalu positif karena.... 

 

***

 

Jadi sebelumnya aku sudah sedikit banyak tahu, kalau kata-kata positif tidak selalu berdampak positif. Kata-kata "Semangat!" justru bisa buat gak semangat, atau kata "Yang sabar ya..." justru malah bisa bikin kita emosi. Terutama kalau itu datang dari orang lain, orang lain yang kita pikir sama sekali tidak tahu dan tidak mengerti apa yang kita alami/rasakan. 


Sebelum bahas tentang afirmasi positif yang tidak selalu positif. Penulis menjelaskan tentang teori afirmasi.

 

Teori afirmasi diri ini pertama kali dikenalkan oleh Steele. Premisnya menyatakan bahwa manusia termotivasi untuk mempertahankan persepsi positif (maupun negatif) tentang diri sendiri. Maka dari itu afirmasi ini akan membantu kita untuk merasa lebih baik. 


Afirmasi positif sendiri adalah kata-kata positif yang digunakan untuk menangkal pemikiran yang tidak kita pikirkan. Ini salah satu solusi untukmu yang sering terjebak dengan negative thinking. Afirmasi juga dapat membantu kita untuk membentuk identitas diri dengan cara mempertahankan harapan dan narasi tentang diri. 

 

Nah dari buku tersebut, aku baru tahu, tentang penelitian afirmasi positif untuk dua jenis target. Oh ya, afirmasi positif ini bukan dari orang lain, tapi afirmasi positif yang dilakukan diri sendiri sambil menghadap cermin. Targetnya ada dua, orang yang punya kepercayaan diri tinggi. Dan orang yang punya kepercayaan diri rendah.

 

(hasil penelitian)...ternyata afirmasi positif yang dilakukan sama sekali tidak berfungsi pada individu yang memiliki rasa percaya diri yang rendah. Justru, afirmasi tersebut malah membuat mereka menjadi merasa lebih buruk.
.
.
.
Mereka (yang memiliki kepercayaan diri rendah) merasa seakan membohongi diri sendiri ketika bercemin, dan mengatakan hal berbeda dari yang ia percayai.

.
.
.
Yang paling penting adalah kalimat afirmasi harus sesuai dengan nilai personal yang kita pegang dalam melihat diri sendiri.

#daribuku "Yang Belum Usai" - Pijar Psikologi 

 

Lalu, apa solusinya?

 

Going neutral before going positive

...Hal terbaik yang mungkin bisa kita lakukan adalah mengenali dan menerima perasaan negatif tersebut.

 

Disebutkan juga,

 

Dengan memilih kata-kata netral terlebih dahulu, kita tidak memaksakan diri menjadi super positif yang justru lebih sering membebani.

Afirmasi netral dapat membantu kita untuk lebih aware dengan kapasitas diri dan bersikap positif dengan bijaksana

 

 Ada beberapa contoh kalimat afirmasi netral yang bisa dipilih yang disebutkan di buku ini.

 

 

Dari pelajaran itu, kita harus cek lagi kata-kata afirmasi positif yang ingin kita biasakan pada diri. Cek juga apa kabar rasa percaya diri kita di bagian tersebut. Setelah yakin bahwa afirmasi positif itu tidak terdengar seperti kebohongan, baru praktekkan. Tapi jika masih terdengar seperti dusta, coba direvisi menjadi kalimat afirmasi yang lebih netral. 

 

***

 

Jujur aku bukan tipe yang menggunakan afirmasi positif dan praktek ngomong ke diri sendiri di kaca. Tapi apakah ada afirmasi yang sering dilakukan? Tentu saja di dalam otak, saat sedang bermonolog dengan diri. Hanya terkadang, kalimat afirmasi, baik itu positif maupun netral yang dibuat diri sendiri ada kalanya tidak cukup kuat memberi efek. Saat ini terjadi, biasanya aku memilih untuk mencari kata-kata yang lebih kuat. Kata-kata yang diabadikan dan dijamin ke-relate-an dan kekuatannya untuk menundukkan hati manusia. Ada yang tahu apa? Apa lagi kalau bukan kalamullah, ayat-ayat Al Quran.

 

Seperti saat kita merasa sendiri, dan tidak ada yang peduli atau mengerti diri kita. 

 

فَإِنِّى قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِ 

وَيَعْلَمُ مَا تُسِرُّونَ وَمَا تُعْلِنُونَ ۚ وَٱللَّهُ عَلِيمٌۢ بِذَاتِ ٱلصُّدُورِ

لَا تَحْزَنْ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَنَا

كَلَّآ ۖ إِنَّ مَعِىَ رَبِّى سَيَهْدِينِ  

 

Wallahua'lam.

 

***

 

Keterangan: Bagian tentang Afirmasi di buku "Yang Belum Usai" ditulis oleh Isnaini Rahmawati